1. Agama-2 Yang diakui di Indonesia.
2. Dienul Islam.
3. Aqidah Islam.
Agama-2 Yang Diakui di Indonesia
1. Agama Islam.
a. Agama Islam termasuk salah satu agama besar di dunia dan merupakan agama dengan jumlah penganut terbesar di Indonesia. Berdasarkan pada hasil sensus tahun 2010, 87,18% dari 237.641.326 penduduk Indonesia adalah pemeluk Islam.
b. Tempat ibadah bagi penganut agama Islam adalah Masjid. Setiap harinya mereka menjalankan sholat wajib sebanyak 5 kali di Masjid.
c. Kitab suci Agama Islam adalah Al-Qur’an, terdiri dari 114 surat, dan terdiri 6666 ayat ( 6436 ayat).
2. Agama Kristen Protestan.
a. Agama Kristen juga merupakan agama yang besar dan memiliki jumlah pemeluk yang berjumlah besar di dunia. Di Indonesia sendiri, menurut hasil sensus 2010, jumlah pemeluk agama Kristen di Indonesia mencapai 6,96% dari 237.641.326 jumlah penduduk.
b. Kitab suci Agama Kristen Protestan adalah Al-Kitab, terdiri dari 66 Kitab ( 39 kitab perjanjian lama dan 27 kitab perjajian baru).
c. Tempat ibadah bagi pemeluk agama Kristen Protestan adalah Gereja.
3. Agama Kristen Katolik.
a. Jumlah pemeluk agama Katolik di Indonesia berdasar hasil sensus tahun 2010 mencapai 2,9% dari 237.641.326 jumlah penduduk.
b. Kitab suci Agama Kristen Katolik adalah Al-Kitab, terdiri dari 72 Kitab
( 46 kitab perjanjian lama dan 27 kitab perjajian baru).
c. Tempat ibadah bagi pemeluk agama Katolik adalah Gereja.
4. Agama Hindu.
a. Jumlah pemeluk agama Hindu di Indonesia berdasarkan hasil sensus tahun 2010 mencapai 1,69% dari 237.641.326 jumlah penduduk.
b. Kitab suci agama Hindu adalah Weda, yang biasa juga disebut catur Weda. Terdiri dari : Regweda, Yajurweda, Samaweda dan Atharwaweda.
c. Tempat ibadah bagi pemeluk agama Hindu adalah Pura.
5. Agama Budha.
a. Jumlah pemeluk agama Hindu di Indonesia berdasarkan hasil sensus tahun 2010 mencapai 0,72% dari 237.641.326 jumlah penduduk.
b. Kitab suci Agama Budha adalah Tripitaka
c. Tempat ibadah bagi pemeluk agama Hindu adalah Vihara.
6. Agama Kong Hu Cu.
a. Jumlah pemeluk agama Hindu di Indonesia berdasarkan hasil sensus tahun 2010 mencapai 0,05% dari 237.641.326 jumlah penduduk.
b. Kitab suci Agama Kong Hu Cu dibagi kedalam beberapa kelompok, yaitu sbb :
1. Wu Jing (Kitab Suci yang Lima), terdiri dari : Kitab Sanjak suci (Shi Jing),
Kitab Dokumen Sejarah (Shu Jing), Kitab Wahyu Perubahan (Yi Jing), Kitab
suci Kesusilaan (Li Jing), Kitab Chun-qiu (Qiu Jing).
2. Si Shu (Kitab Yang Empat), terdiri dari : Kitab Ajaran Besar (Da Xue), Kitab
Tengah Sempurna (Zhong Yong), Kitab Sabda Suci (Lun Yun), Kitab Mengzi
(Meng Zi).
3. Xiao Jing (Kitab Bhakti).
c. Tempat ibadah bagi pemeluk agama Kong Hu Cu adalah Litang / Klenteng.
DIENUL ISLAM
Salah satu tugas da’wah dan pendidikan Islam yang terbesar dan sekaligus paling berat adalah “meng-Islamkan orang-orang Islam”. Tantangan da’wah ini semakin terasa ketika seorang peneliti Martin Van Burinessen menyimpulkan bahwa orang Islam yang masuk nusantara cenderung bercorak kefiqihan. Dan Nurcholis Majid bahkan menyebutnya Islam Indonesia ciri khas Islam Lokal.
Islam harusnya tampil terdepan sebagai Agama yang menjawab segala kebutuhan ummat manusia, tidak hanya ritual keagamaan, tetapi juga masalah peradaban dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pengertian Islam bisa dilihat dari berbagai Aspek, antara lain :
1. Aspek Kebahasaan.
2. Aspek Kemanusiaan.
3. Kepercayaan.
4. Rukun Islam.
5. Rukun Iman
6. Ajaran Islam.
7. Allah
8. 1. Aspek Bahasa :
- Dienul Islam, atau Agama Islam. Secara etimologi/Lughowi/Bahasa, Islam berasal dari bahasa Arab, kata aslama-yuslimu-islâman yang artinya: tunduk, patuh, berserah diri.
- Islam adalah Agama yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad SAW. Kalau didefinisikan secara lengkap, Islam adalah Agama Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, dimana ajaran ini bersifat menyempurnakan dan mengoreksi ajaran-ajaran sebelumnya, untuk disampaikan kepada seluruh umat manusia agar hidupnya bahagia dunia dan akhirat.
9. Islam adalah Agama yang mengimani satu Tuhan, yaitu Allah. Islam memiliki arti “tunduk, patuh, penyerahan diri sepenuhnya kepada Allah”.
10. Pengikut ajaran Islam disebut Muslim yang berarti “seorang yang tunduk, patuh kepada Allah SWT” dan dikenal dengan sebutan muslimin (utk laki-laki) dan muslimat (untuk perempuan), diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad SAW.
11. 2. Aspek Kemanusiaan :
- Ditinjau dari aspek ini, Islam berarti penerimaan dari dan penyerahan diri dari (manusia) kepada Allah dan penganutnya harus menunjukkan ini dengan wujud menyembah-Nya, menuruti perintah-Nya dan menghindari politheisme.
- Islam adalah agama yang sempurna sebagaimana firman Allah : “ … pada hari ini telah aku sempurnakan untukmu agamamu, dan telah kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan ku-ridhoi Islam itu jadi agama bagimu” (QS 5; 2).
12. Kepercayaan :
- Kepercayaan dasar Islam dapat ditemukan pada dua kalimah syahadat.
13. اَشْهَدُاَنْالَااِلَهَ اِلَّااللهُ وَاَثْهَدُاَنَّ مُحَمَّدًا رَسٌؤلُ اللهِ
“Asyhadu an-laa ilaaha illallah, wa asyhadu anna muhammadan rasuulullah”
Yang artinya : “ Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, dan Aku bersaksi bahwa Muhammad SAW adalah utusan Allah”.
14. Rukun Islam :
- Mengucapkan dua kalimah syahadat dan meyakini bahwa tidak ada yang berhak ditaati dan disembah dengan benar kecuali Allah SWT saja dan meyakini bahwa Muhammad SAW adalah hamba dan Rasul Allah.
1. Mendirikan Shalat Wajib lima kali dalam sehari semalam.
2. Membayar Zakat
3. Berpuasa pada bulan Ramadhan.
4. Menunaikan Ibadah Haji bagi mereka yang mampu.
Rukun Iman :
1. Iman Kepada Allah.
2. Iman Kepada para Malaikat Allah.
3. Iman Kepada Kitab-kitab Allah (Al-Qur’an, Injil, Taurat dan
Zabur).
4. Iman Kepada para Nabi dan Rasul Allah.
5. Iman Kepada Hari Kiamat.
6. Iman kepada Qada dan Qodar
Ajaran Islam :
Dalam hal aspek ajaran Islam, hampir semua muslim mengklaim tergolong dalam salah satu dari empat mazhab, yang dimaksud adalah Mazhab Syafi’i, Mazhab Hanafi, Mazhab Hambali dan Mazhab Maliki. Islam adalah Agama yang dominan sepanjang wilayah Timur Tengah (atau negara2 Arab), sebagian besar Afrika Utara, Afrika Barat, Asia Selatan dan Asia Tenggara. Juga komunitas yg besar di wilayah RRT (muslim Hui dan Xinjiang Uighur), kemudian semenanjung Balkan di Eropa Timur dan Rusia, Eropa Barat dan Amerika Serikat. Ditinjau dari aspek “ajaran islam” ada anggapan dan pengakuan bahwa ummat Islam bermazhab, padahal dengan begitu ummat Islam menjadi terkotak-kotak dalam kelompok atau golongan.
Allah SWT :
Konsep Islam teologikal fundamental adalah Tauhid, yaitu kepercayaan tentang ke-Esa-an Allah.
Tuhan umat Islam hanyalah Allah. Dia itu Esa/Tunggal, tak ada yang menyerupai-Nya, sebagaimana firman-Nya: “Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan. Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia." (QS. al-Ikhlas [112]: 1-4).
Yang pertama dari 5(lima) rukun Islam adalah Tauhid dan dituangkan dalam dua kalimah syahadat.
Allah adalah nama Allah (Ilah) dan satu-satunya Tuhan, sebagaimana perkenalan-Nya kepada manusia, sebagaimana Firman Allah :
“Sesungguhnya aku Allah, tiada Tuhan yang wajib disembah kecuali Aku. Maka sembahlah aku dan dirikan shalat untuk mengingatku”. (QS.
Thoha [20]: 14).
Tersebut dalam hadits, dari sahabat Umar r.a. :”Tengah kami duduk pada suatu hari bersama-sama Rasulullah SAW, datanglah seorang laki-laki, putih bersih pakaiannya, hitam bersih rambutnya, tak terkesan padanya tanda orang sedang bepergian dan tiada seorangpun diantara kami yang mengenalnya; kemudian ia bersimpuh dihadapan Nabi dengan merapatkan kedua lututnya pada lutut Nabi dan meletakan kedua telapak tangannya pada paha Nabi. Lalu ia berkata : “Hai Muhammad, terangkanlah padaku tentang Islam !”. Nabi Menjawab : ” Islam ialah engkau mempersaksikan tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, mengerjakan sholat, membayar zakat, berpuasa ramadhan dan pergi haji bila engkau mampu melakukannya “. Kata orang itu :”Benar Engkau!”. Maka heranlah kami, betapa ia bertanya lalu membenarkan. Orang itu bertanya pula :” Terangkanlah padaku tentang Iman !”. Nabi menjawab :”Ialah bahwa engkau percaya akan Allah, Malaikatnya, Kitab-kitab Allah, Rasul-rasulnya, Hari Kemudian dan percaya akan takdir baik dan takdir buruk”. Orang itu berkata :” Benar Engkau!”. (H.R. Muslim)
Sumber utama ajaran Islam adalah kitab suci Al-Quran dan Hadits.
Kitab Al-Quran adalah Kitab Suci yg berisi wahyu-wahyu Allah, sedangkan Hadits berisi segala yang dinukilkan dari Nabi Muhammad SAW baik berupa perkataan, perbuatan, maupun berupa taqrir, pengajaran, sifat, kelakuan, perjalanan hidup baik yang terjadi sebelum Nabi Muhammad diutus menjadi Rasul maupun sesudahnya.
AL-QUR’AN
Menurut bahasa, “Qur’an” berarti “bacaan”, pengertian seperti ini dikemukakan dalam Al-Qur’an sendiri yakni dalam surat Al-Qiyamah, ayat 17-18:
“Sesungguhnya mengumpulkan Al-Qur’an (di dalam dadamu) dan (menetapkan) bacaannya (pada lidahmu) itu adalah tanggungan kami. (Karena itu), jika kami telah membacakannya, hendaklah kamu ikuti bacaannya”.
Adapun menurut istilah Al-Qur’an berarti: “Kalam Allah yang merupakan mu’jizat yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW, yang disampaikan secara mutawatir dan membacanya adalah ibadah”.
Kalamullah
Al-Qur’an adalah kalamullah, firman Allah ta’ala. Ia bukanlah kata-kata manusia. Bukan pula kata-kata jin, syaithan atau malaikat. Ia sama sekali bukan berasal dari pikiran makhluk, bukan syair, bukan sihir, bukan pula produk kontemplasi atau hasil pemikiran filsafat manusia. Hal ini ditegaskan oleh Allah ta’ala dalam Al-Qur’an surat An-Najm ayat 3-4:
“…dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Qur’an) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya)…”
Tentang kesucian dan keunikan Al-Qur’an ini perhatikanlah kesaksian objektif Abul Walid seorang jawara sastra pada masa Nabi saw: “Aku belum pernah mendengar kata-kata yang seindah itu. Itu bukanlah syair, bukan sihir dan bukan pula kata-kata ahli tenung. Sesungguhnya Al-Qur’an itu ibarat pohon yang daunnya rindang, akarnya terhujam ke dalam tanah. Susunan kata-katanya manis dan enak didengar. Itu bukanlah kata-kata manusia, ia tinggi dan tak ada yang dapat mengatasinya.” Demikian pernyataan Abul Walid.
Mu’jizat
Mu’jizat artinya suatu perkara yang luar biasa, yang tidak akan mampu manusia membuatnya karena hal itu di luar kesanggupannya. Mu’jizat itu dianugerahkan kepada para nabi dan rasul dengan maksud menguatkan kenabian dan kerasulannya, serta menjadi bukti bahwa agama yang dibawa oleh mereka benar-benar dari Allah ta’ala.
Al-Qur’an adalah mu’jizat terbesar Nabi Muhammad saw. Kemu’jizatannya itu diantaranya terletak pada fashahah dan balaghah-nya, keindahan susunan dan gaya bahasanya yang tidak ada tandingannya. Karena gaya bahasa yang demikian itulah Umar bin Khatthab masuk Islam setelah mendengar Al-Qur’an awal surat Thaha yang dibaca oleh adiknya Fathimah. Abul Walid, terpaksa cepat-cepat pulang begitu mendengar beberapa ayat dari surat Fushshilat.
Karena demikian tingginya bahasa Al-Qur’an, mustahil manusia dapat membuat susunan yang serupa dengannya, apalagi menandinginya. Orang yang ragu terhadap kebenaran Al-Qur’an sebagai firman Allah ditantang oleh Allah ta’ala:
“Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al-Quran yang kami wahyukan kepada hamba kami (Muhammad) buatlah satu surat (saja) yang semisal Al-Qur’an itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang memang benar.” (QS. Al-Baqarah: 23)
Allah sendiri kemudian menegaskan bahwa tidak akan pernah ada seorang pun yang mampu menjawab tantangan ini (QS. 2: 24). Bahkan seandainya bekerjasama jin dan manusia untuk membuatnya, tetap tidak akan sanggup (QS. 17: 88).
Allah sendiri kemudian menegaskan bahwa tidak akan pernah ada seorang pun yang mampu menjawab tantangan ini (QS. 2: 24).
“ Maka jika kamu tidak dapat membuat(nya) dan pasti kamu tidak dapat membuat(nya), peliharalah dirimu dari neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu, yang disediakan bagi orang-orang yang kafir”.
Bahkan seandainya bekerjasama jin dan manusia untuk membuatnya, tetap tidak akan sanggup (QS. 17: 88).
“ Katakanlah : Sesugguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa dengan Alqur’an ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuatnya yang serupa/mirip dengan dia, sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain”
AQIDAH ISLAM
SISTEM KEYAKINAN ISLAM:
Mungkin berbeda dengan agama lainnya, Islam sangat tegas dalam prinsip monotheisme. Tuhan umat Islam hanyalah Allah. Dia itu Esa/Tunggal, tak ada yang menyerupai-Nya, sebagaimana firman-Nya: “Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan. Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia." (QS. al-Ikhlas [112]: 1-4).
PENGERTIAN AQIDAH ISLAM
Secara etimologi, akidah berasal dari bahasa Arab: aqada – ya’qidu – aqidatan (aqidah) yang artinya: simpul, ikatan, perjanjian, dan kokoh (al-Munawar, 1984: 1023). Adapun secara terminologi (istilah), akidah adalah ajaran Islam yang berkaitan dengan keyakinan. Mengapa keyakinan? Karena sebagian besar pembahasannya banyak berkaitan dengan sesuatu yang ghaib, hal-hal metafisis, yang tidak bisa dibuktikan secara empiris, tidak bisa diindera dengan indera fisik (panca indera).
Selanjutnya ada beberapa istilah yang sering digunakan untuk menyebut ajaran akidah, yaitu:
1. Akidah
Seperti telah disinggung di atas, akidah berasal dari kata aqidahyang artinya simpul, ikatan, janji, kokoh. Mengapa dikatakan simpul/ikatan? Karena ajaran-ajaran yang berkenaan dengan akidah merupakan simpul utama ajaran Islam. Tanpa aqidah, pengamalan terhadap ajaran Islam yang lain tak diakui. Disebut “janji” karena akidah berisi keyakinan yang tidak cukup hanya diyakini secara pasif. Tapi keyakinan aktif. Keyakinan yang mengandung konsekuensi dan janji untuk mengikuti segala perintah Allah dan menjauhi larangannya. Keyakinan yang tak dibarengi dengan pemenuhan janji ini berarti keimanan yang ingkar janji. Arti “kokoh” mengandung pengertian bahwa keimanan ini haruslah keimanan yang kokoh, keimanan yang kuat. Hanya keimanan yang kokohlah yang akan membawa dampak positif dan mempunyai arti bagi seseorang.
2. Tauhid
Tauhid bersal dari kata: wahhada-yuwahhidu-tauhidan (tauhid) yang artinya “esa/tunggal”. Ini merujuk pada sifat Allah yang tunggal. Mengapa merujuk pada keesaan Allah? Karena inti utama dari ajaran ini adalah mengesakan Allah, menjadikan Allah sebagai sumber utama segala hal. Allah adalah titik fokus kehidupan, titik fokus konsentrasi. Allah adalah tujuan utama segala amal perbuatan.
3. Ushuluddin
Ushuluddin merupakan bahasa Arab ushul ad-din yang artinya pokok-pokok agama. Ajaran ini merupakan ajaran pokok agama. Orang yang akan memeluk Islam pertama-tama harus memahami tentang ajaran ini. Jadi ini adalah ilmu dasar yang harus dipahami oleh setiap orang yang memeluk Islam. Tanpa memahami dan meyakini ajaran ini, keberislaman kita tak ada gunanya.
4. Fikih Akbar
Fiqh akbar artinya pemahaman terbesar, atau pemahaman yang paling penting. Ajaran ini adalah ajaran yang harus mendapat prioritas, pemahaman yang sangat penting sehingga disebut fiqh akbar.
SYARAT UTAMA AKIDAH
Memang benar bahwa asas utama akidah adalah keyakinan. Namun demikian, dalam ajaran Islam, keimanan bukan sesuatu yang serta-merta dipercaya begitu saja. Dia harus memenuhi syarat dan alasan tertentu untuk bisa dipercaya sebagai kebenaran. Alasan inilah yang disebut dengan dalil (landasan argumentasi). Landasan argumentasi ini terbagi menjadi dua: argumentasi logika (dalil aqliyyah) dan argumentasi berdasarkan ayat suci (dalil naqliyyah). Kedua dalil inilah yang menjadi ujian awal bagi sebuah akidah yang lurus (aqidah shihah).
Jadi, aqidah adalah kepercayaan argumentatif yang bisa diklarifikasi sumber kebenarannya. Inilah bedanya aqidah dengan mitos.
Mitos adalah kepercayaan yang tak berdasar dan tak bisa diklarifikasi sumber kebenarannya.
Urgensi AKIDAH
Pertama, akidah adalah bagian terpenting dalam ajaran Islam. Jika ajaran Islam ini diumpamakan jasad, maka iman adalah ruhnya. Ia adalah jantung yang memompa darah kehidupan ke sekujur badan. Demikian halnya dengan akidah. Dialah yang menjadi ruh ajaran Islam. Berdasarkan imanlah seseorang akan dinilai di hadapan Allah. Pada gilirannya, imanlah yang akan mengontrol dan mengarahkan perilaku seorang Mukmin. Bahkan, shalat, haji, puasa, dan seluruh amal baik tak ada gunanya tanpa adanya keimanan. Demikian juga kualitas keberagamaan kita, kualitas ibadah kita juga diukur dengan seberapa besar keimanan kita kepada Allah. Mungkin kita shalat dan melakukan kebajikan lain, tapi apakah kita benar-benar mengingatnya? Apakah Allah senantiasa hadir dalam kehidupan kita? Apakah kalau kita sedang shalat kita merasa benar-benar sedang menghadap Allah? Apakah saat kita mendapat keberuntungan kita sadar bahwa itu datangnya dari Allah?
Kedua, akidah mempunyai manfaat yang besar dalam kehidupan. Hidup ini sangat labil, penuh dengan ujian dan cobaan. Untuk menghadapi situasi semacam ini manusia memerlukan pegangan yang kokoh, memerlukan sandaran yang kuat, membutuhkan mental yang tahan banting. Bagaimana cara mendapatkan semuanya? Caranya adalah dengan beriman kepada Allah. Jadi beriman kepada Allah adalah konsep dasar untuk membentuk pribadi yang tangguh.
Sebagaimana firman Allah : “ Orang-orang yang beriman dan mengikuti petunjuk Allah akan menjadi sosok tangguh yang kebal dari rasa takut dan kesedihan “ (QS. al-Baqarah [2[: 38).
SIFAT AKIDAH
Sifat akidah bagi manusa adalah bawaan (fithrah) manusia. Manusia secara secara kodrati sudah mempunyai kecenderungan atau naluri untuk bertuhan. Sifat inilah yang oleh Mircle Eliade disebut sebagaihomo religious. Danah Zohan dan Ian Mashall menyebutnya sebagai “God spot”. (Pasha, 2005: 164). Dari waktu ke waktu, meski tanpa mengenal ayat Tuhan dan para rasul, sejarah manusia selalu diwarnai dengan pencarian dan penyembahan akan Tuhan. Berkenaan dengan hal ini, Allah SWT berfirman:
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku Ini Tuhanmu?" mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuban kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap Ini (keesaan Tuhan). (QS. al-Araf [7]: 172).
Dalam ayat ini dijelaskan bahwa sebelum manusia terlahir ke dunia Allah pernah mengambil sumpah terhadap jiwa-jiwa kita dengan menanyakan kepada jiwa-jiwa itu: "Bukankah Aku Ini Tuhanmu?“ kemudian para jiwa itu menjawab: "Betul (Engkau Tuban kami), kami menjadi saksi". Jadi para jiwa itu telah mengakui bahwa Allah adalah Tuhan mereka. Jadi para jiwa itu telah mempunyai ingatan tentang “Allah” di “alam bawah sadar” mereka. Karenanya, dalam konteks ini, mengajak orang untuk bertuhankan “Allah” pada hakikatnya hanyalah mengingatkan atau membangunkan ingatan bawah sadar mereka, dan berTuhan “Allah” bagi manusia adalah kembali pada hakikatnya adalah kembali pada hakikatnya kemanusiaan yang sesungguhnya.
RUANG LINGKUP AKIDAH
Apa yang akan kita pelajari dalam akidah ini? Ulama telah membagi ruang lingkup pembahasan akidah ke dalam 4 (empat) pembahasan, yaitu:
Ilahiyyat, yaitu pembahasan yang berkenaan dengan masalah ketuhanan utamanya pembahasan tentang Allah.
Nubuwwat, yaitu pembahasan yang berkenaan dengan utusan-utusan Allah, yaitu para nabi dan para rasul Allah.
Ruhaniyyat, yaitu pembahasan yang berkenaan dengan makhluk gaib, seperti Jin, Malaikat, dan Iblis.
Sam’iyyat, yaitu pembahasan yang bekenaan dengan alam ghaib, seperti alam kubur, akhirat, surga, neraka, dan qadha qadar.
SYARAT UTAMA AKIDAH
Asas utama akidah Islam adalah keyakinan. Sehingga, dalam ajaran Islam, keimanan bukan hanya sesuatu yang semata-mata dipercaya begitu saja. Dia harus memenuhi syarat dan alasan tertentu untuk bisa dipercaya sebagai kebenaran. Alasan inilah yang disebut dengan dalil (landasan argumentasi). Landasan argumentasi ini terbagi menjadi dua: argumentasi logika (dalil aqliyyah) dan argumentasi berdasarkan ayat suci (dalil naqliyyah). Kedua dalil inilah yang menjadi indikator bagi sebuah akidah yang lurus (aqidah shihah).
Jadi, Aqidah adalah kepercayaan argumentatif yang bisa diklarifikasi sumber kebenarannya. Inilah yang membedakan Aqidah dengan Mitos.
Mitos adalah kepercayaan yang tak berdasar dan tak bisa diklarifikasi sumber kebenarannya.
Urgensi AKIDAH
Pertama, akidah adalah bagian terpenting dalam ajaran Islam. Jika ajaran Islam ini diumpamakan jasad, maka iman adalah ruhnya. Ia adalah jantung yang memompa darah kehidupan ke sekujur badan. Demikian halnya dengan akidah. Dialah yang menjadi ruh ajaran Islam. Berdasarkan Imanlah seseorang akan dinilai di hadapan Allah. Pada gilirannya, imanlah yang akan mengontrol dan mengarahkan perilaku seorang mukmin. Bahkan, shalat, haji, puasa, dan seluruh amal baik tak ada gunanya tanpa adanya keimanan. Demikian juga kualitas keberagamaan kita, kualitas ibadah kita juga diukur dengan seberapa besar keimanan kita kepada Allah. Mungkin kita shalat dan melakukan kebajikan lain, tapi apakah kita benar-benar mengingatnya? Apakah Allah senantiasa hadir dalam kehidupan kita? Apakah kalau kita sedang shalat kita merasa benar-benar sedang menghadap Allah? Apakah saat kita mendapat keberuntungan kita sadar bahwa itu datangnya dari Allah?
Kedua, akidah mempunyai manfaat yang besar dalam kehidupan. Hidup ini sangat labil, penuh dengan ujian dan cobaan. Untuk menghadapi situasi semacam ini manusia memerlukan pegangan yang kokoh, memerlukan sandaran yang kuat, membutuhkan mental yang tahan banting. Bagaimana cara mendapatkan semuanya? Caranya adalah dengan beriman kepada Allah. Jadi beriman kepada Allah adalah konsep dasar untuk membentuk pribadi yang tangguh.
Orang-orang yang beriman dan mengikuti petunjuk Allah akan menjadi sosok tangguh yang kebal dari rasa takut dan kesedihan (QS. al-Baqarah [2[: 38).
SIFAT AKIDAH
Sifat akidah bagi manusa adalah bawaan (fithrah) manusia. Manusia secara secara kodrati sudah mempunyai kecenderungan atau naluri untuk bertuhan. Sifat inilah yang oleh Mircle Eliade disebut sebagaihomo religious. Danah Zohan dan Ian Mashall menyebutnya sebagai “God spot”. (Pasha, 2005: 164). Dari waktu ke waktu, meski tanpa mengenal ayat Tuhan dan para rasul, sejarah manusia selalu diwarnai dengan pencarian dan penyembahan akan Tuhan. Berkenaan dengan hal ini, Allah SWT berfirman:
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku Ini Tuhanmu?" mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuban kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap Ini (keesaan Tuhan). (QS. al-Araf [7]: 172).
Dalam ayat ini dijelaskan bahwa sebelum manusia terlahir ke dunia Allah pernah mengambil sumpah terhadap jiwa-jiwa kita dengan menanyakan kepada jiwa-jiwa itu: "Bukankah Aku Ini Tuhanmu?“ kemudian para jiwa itu menjawab: "Betul (Engkau Tuban kami), kami menjadi saksi". Jadi para jiwa itu telah mengakui bahwa Allah adalah Tuhan mereka. Jadi para jiwa itu telah mempunyai ingatan tentang “Allah” di “alam bawah sadar” mereka. Karenanya, dalam konteks ini, mengajak orang untuk bertuhankan “Allah” pada hakikatnya hanyalah mengingatkan atau membangunkan ingatan bawah sadar mereka, dan berTuhan “Allah” bagi manusia adalah kembali pada hakikatnya adalah kembali pada hakikatnya kemanusiaan yang sesungguhnya.
RUANG LINGKUP AKIDAH
Apa yang akan kita pelajari dalam akidah ini? Ulama telah membagi ruang lingkup pembahasan akidah ke dalam 4 (empat) pembahasan, yaitu:
Ilahiyyat, yaitu pembahasan yang berkenaan dengan masalah ketuhanan utamanya pembahasan tentang Allah.
Nubuwwat, yaitu pembahasan yang berkenaan dengan utusan-utusan Allah, yaitu para nabi dan para rasul Allah.
Ruhaniyyat, yaitu pembahasan yang berkenaan dengan makhluk gaib, seperti Jin, Malaikat, dan Iblis.
Sam’iyyat, yaitu pembahasan yang bekenaan dengan alam ghaib, seperti alam kubur, akhirat, surga, neraka, dan qadha qadar.
RUANG LINGKUP AKIDAH
Dan sebagian Ulama dalam mengupas Akidah, yang terkait dengan Tauhid Ilahiyah ini membagi ke dalam 3 (tiga) pembahasan, yaitu:
– Tauhid Rububiyyah.
– Tauhid Uluhiyyah.
– Tauhid Asmaa’ wa Shifat.
Tauhid Rububiyyah :
Tauhid Rububiyyah adalah : Suatu keyakinan yang pasti bahwa Allah subhaanahu wa ta’ala satu-satunya pencipta, pemberi rizki, menghidupkan dan mematikan, serta mengatur semua urusan makhluk-makhluk-Nya tanpa ada sekutu bagi-Nya.
Dalil-dalil yang menunjukkan Tauhid Rububiyyah ini diantaranya firman Allah subhaanahu wa ta’ala :
5. الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
”Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam” [QS. Al-Fatihah/1(pembukaan) : 2].
Tauhid Rububiyyah :
Juga firman-Nya :
6. أَلا لَهُ الْخَلْقُ وَالأمْرُ تَبَارَكَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ
”….. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam” [QS. Al-A’raf /7(tempat tertinggi): 54].
Dalam ayat di atas Allah menjelaskan kepada hamba-Nya bahwa Dia-lah satu-satunya pencipta dan pemilik seluruh alam semesta ini serta Dia pulalah yang mengaturnya secara mutlak, tidak ada pengecualian (yang luput) dari-Nya sesuatupun.
Tauhid Rububiyyah :
Di samping dua ayat di atas, Allah juga menjelaskan tentang Rububiyyah-Nya dengan firman-Nya :
7. قُلْ مَنْ رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ قُلِ اللَّهُ
“Katakanlah: “Siapakah Tuhan langit dan bumi?” Jawabnya: “Allah.” …..” [QS. Ar-Ra’d /13(guruh): 16].
Tauhid Rububiyyah :
Dan juga firman-Nya :
8. قُلْ لِمَنِ الأرْضُ وَمَنْ فِيهَا إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ * سَيَقُولُونَ لِلَّهِ قُلْ أَفَلا تَذَكَّرُونَ * قُلْ مَنْ رَبُّ السَّمَاوَاتِ السَّبْعِ وَرَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ * سَيَقُولُونَ لِلَّهِ قُلْ أَفَلا تَتَّقُونَ * قُلْ مَنْ بِيَدِهِ مَلَكُوتُ كُلِّ شَيْءٍ وَهُوَ يُجِيرُ وَلا يُجَارُ عَلَيْهِ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ * سَيَقُولُونَ لِلَّهِ قُلْ فَأَنَّى تُسْحَرُونَ
Katakanlah: “Kepunyaan siapakah bumi ini, dan semua yang ada padanya, jika kamu mengetahui?”. Mereka akan menjawab: “Kepunyaan Allah.” Katakanlah: “Maka apakah kamu tidak ingat?”. Katakanlah: “Siapakah Yang Empunya langit yang tujuh dan Yang Empunya ‘Arsy yang besar?”. Mereka akan menjawab: “Kepunyaan Allah.” Katakanlah: “Maka apakah kamu tidak bertakwa?”. Katakanlah: “Siapakah yang di tangan-Nya berada kekuasaan atas segala sesuatu sedang Dia melindungi, tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari (azab)-Nya, jika kamu mengetahui?”. Mereka akan menjawab: “Kepunyaan Allah.” Katakanlah: “(Kalau demikian), maka dari jalan manakah kamu ditipu?” [QS. Al-Mukminun /23(orang-2 yg beriman): 84-89].
Tauhid Rububiyyah :
Dari pengertian ayat di atas, tiada keraguan bagi orang yang berakal tentang rububiyyah Allah bahwa Dia-lah satu-satunya Dzat yang mampu menciptakan langit dan bumi, memberi rizki, menghidupkan dan mematikan. Demikian pula pengakuan mereka (orang-orang Quraisy) ketika ditanya tentang siapa pencipta langit dan bumi ? Dan siapa Rabb langit dan bumi ? Mereka akan mengatakan : ”Allah”.
Sebagaimana firman Allah :
9. وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ
”Dan jika kamu bertanya kepada mereka : Siapakah yang menciptakan tujuh langit dan bumi. Pasti mereka akan mengatakan : Allah” [QS. Luqman/31(luqman) : 25].
Tauhid Rububiyyah :
Juga firman-Nya :
10. قُلْ مَنْ رَبُّ السَّمَاوَاتِ السَّبْعِ وَرَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ * سَيَقُولُونَ لِلَّهِ قُلْ أَفَلا تَتَّقُونَ
Katakanlah : ”Siapakah Rabb langit yang tujuh dan ’Arsy yang besar ?”. Pasti mereka akan mengatakan : ”Allah”. Katakanlah: “Maka apakah kamu tidak bertakwa?” [QS. Al-Mukminun/23(orang2 yg beriman) : 86-87].
Allah banyak menyebutkan dalam Al-Qur’an pengakuan orang-orang kafir Quraisy terhadap rububiyyah Allah, akan tetapi dengan pengakuan tersebut mereka tetap menyekutukan Allah dengan yang lainnya. Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.
Tauhid Uluhiyyah adalah : Pengesaan Allah subhaanahu wa ta’ala dalam hal ibadah dengan penuh ketaatan dan rendah diri serta cinta pada setiap peribadatan tanpa menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun.
Allah adalah nama Allah (Ilah) dan satu-satunya Tuhan, sebagaimana perkenalan-Nya kepada manusia, sebagaimana Firman Allah :
“Sesungguhnya aku Allah, tiada Tuhan yang wajib disembah kecuali Aku. Maka sembahlah aku dan dirikan shalat untuk mengingatku”. (QS. Thoha [20]: 14).
Lafadh Allah maknanya adalah Al-Ma’luh (yang disembah) dan Al-Ma’bud (Yang diibadahi). Dan juga
firman Allah :
11. إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ
”Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan” [QS. Al-Fatihah/1(pembukaan) : 5].
Kemudian juga firman-Nya :
12. يَا أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
”Hai manusia, sembahlah Tuhanmu Yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa” [QS. Al-Baqarah/2(sapi betina) : 21].
Tauhid Uluhiyyah
Juga firman-Nya :
13. إِنَّا أَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ فَاعْبُدِ اللَّهَ مُخْلِصًا لَهُ الدِّينَ * أَلا لِلَّهِ الدِّينُ الْخَالِصُ وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ مَا نَعْبُدُهُمْ إِلا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى
”Sesungguhnya Kami menurunkan kepadamu Kitab (Al Qur’an) dengan (membawa) kebenaran. Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya. Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): “Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya” [QS. Az-Zumar /39(rombongan2): 2-3].
Dan firman Allah subhaanahu wa ta’ala :
14. وَمَا أُمِرُوا إِلا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ
”Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan salat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus” [QS. Al-Bayyinah/98(bukti) : 5].
Ayat-ayat di atas menjelaskan kepada kita agar kita mengesakan Allah dalam beribadah. Oleh sebab itu dilarang menyembah selain Allah baik dia seorang Nabi, wali, raja, atau malaikat sekalipun.
Yang dimaksud dengan ibadah adalah segala aktifitas kehidupan yang Allah ridlai dan Allah cintai baik berupa perkataan atau perbuatan yang lahir maupun yang batin. Ibadah dibangun di atas tiga hal yang sangat besar dan sangat penting pengaruhnya dalam perjalanan ibadah seseorang, yaitu : cinta (mahabbah), takut (khauf), dan harapan (raja’).
Cinta kepada Allah dalam beribadah akan membuahkan keikhlasan, takut kepada Allah akan membawa seseorang untuk menjauhi segala larangan Allah subhaanahu wa ta’ala dan membimbingnya untuk selalu taat kepadanya. Sedangkan pengharapan akan membangkitkan semangat dalam menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya untuk mendapatkan janji-janji Allah subhaanahu wa ta’ala.
Kalau ketiga penggerak hati tersebut sudah tumbuh dengan kuat di hari seorang hamba, maka akan mudah baginya untuk mendapatkan ridla dan cinta Allah subhaanahu wa ta’ala.
Dengan kata lain kalau seseorang masih berbuat maksiat atau suatu hal yang tidak dicintai dan diridlai Allah berarti kecintaannya dan ketakutannya terhadap Allah sangat rendah, bahkan dapat dikatakan orang tersebut tidak mengharapkan atau tidak percaya terhadap janji-janji Allah dan meremehkan ancaman-ancaman Allah subhaanahu wa ta’ala. Na’uudzu billahi min-dzaalik.
Dari dalil-dalil dan keterangan di atas dapat diketahui bahwa tauhid ibadah (uluhiyyah) adalah hakekat makna Laa ilaaha illallaah yang mengandung nafi (peniadaan) dan itsbat (penetapan). Makna nafi adalah meniadakan segala macam peribadatan kepada selain Allah bagaimanapun bentuk dan macamnya, atau peniadaan segala macam bentuk ketuhanan. Sedangkan makna itsbat adalah menetapkan ke-Esa-an Allah dalam beribadah dengan berbagai bentuk ibadah yang sesuai dengan tuntunan syari’at Islamiyyah yang telah disampaikan oleh Muhammad shallallaahu ’alaihi wa sallam dan penetapan bahwa tidak ada ilah yang berhak untuk diibadahi kecuali Allah saja.
Dua kandungan di atas – yaitu nafi dan itsbat – tidak boleh dipisahkan dan harus dipahami dan diambil keduanya. Karena kalau diambil salah satu saja, tidaklah seseorang dikatakan muslim. Misalnya, seseorang yang mengambil nafi saja tanpa itsbat, berarti dia seorang komunis karena dia meniadakan segala macam bentuk ketuhanan tanpa menetapkan ketuhanan bagi Allah.
Begitu pula sebaliknya, apabila seseorang hanya mengambil itsbat saja tanpa nafi, dia juga bukan seorang muslim. Bahkan dia seorang kafir karena disamping menetapkan Allah sebagai ilah, ia juga menetapkan selain Allah sebagai ilah. Penyebabnya adalah karena dia tidak mengingkari tuhan-tuhan selain Allah sebagaimana orang-orang kafir Quraisy yang disamping mengakui Allah sebagai Rabb alam semesta, juga mengakui adanya sesembahan selain Allah seperti Latta, ’Uzza, dan lain-lain. Dengan perbuatan mereka ini, Allah dan Rasul-Nya menyatakan bahwa mereka adalah orang-orang kafir.
Oleh sebab itu tidaklah cukup seseorang mengambil nafi saja tanpa itsbat, begitu pula itsbat saja tanpa nafi. Kalau seseorang mengakui dirinya seorang muslim, maka wajib baginya untuk mengambil, meyakini, dan mengamalkan keduanya secara bersamaan tanpa memisah-misahkannya dalam rangka membenarkan persaksian (syahadat) Laa ilaaha illallaah (tiada Rabb yang berhak untuk diibadahi dengan benar kecuali Allah).
Adapun dalil-dalil yang menunjukkan keesaan Allah dalam uluhiyyah-Nya adalah firman Allah subhaanahu wa ta’ala :
15. وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ إِلا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لا إِلَهَ إِلا أَنَا فَاعْبُدُونِ
Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya: “Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku” [QS. Al-Anbiyaa’/21(Nabi-nabi): 25].
Tauhid Uluhiyyah
Juga firman-Nya :
16. وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ
Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut (= segala sesuatu yang diibadahi selain Allah dan dia ridla dengan peribadatannya tersebut)” [QS. An-Nahl/16(lebah) : 36].
Juga firman-Nya :
17. شَهِدَ اللَّهُ أَنَّهُ لا إِلَهَ إِلا هُوَ وَالْمَلائِكَةُ وَأُولُو الْعِلْمِ قَائِمًا بِالْقِسْطِ لا إِلَهَ إِلا هُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
”Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” [QS. Ali-’Imran/3(Ali Imran) : 18].
Ayat-ayat di atas adalah dalil yang sangat jelas akan keesaan Allah dalam hal uluhiyyah-Nya.
Kerancuan (syubhat) yang biasa dilontarkan oleh sebagian manusia adalah pernyataan mereka : ”Bagaimana kamu menyatakan tidak ada Rabb (Tuhan) selain Allah sedangkan Allah sendiri menyatakan keberadaan tuhan-tuhan selain-Nya ? sebagaimana firman-Nya :
18. وَلا تَدْعُ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آخَرَ
”Janganlah kamu sembah di samping (menyembah) Allah, tuhan apapun yang lain” [QS. Al-Qashash/28(Cerita-2): 88].
Juga firman-Nya :
19. وَمَنْ يَدْعُ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آخَرَ لا بُرْهَانَ لَهُ
”Dan barang siapa menyembah tuhan yang lain di samping Allah, padahal tidak ada suatu dalil pun baginya tentang itu” [QS. Al-Mukminun/23(Orang-2 Beriman) : 117].
Juga firman-Nya :
20. فَمَا أَغْنَتْ عَنْهُمْ آلِهَتُهُمُ الَّتِي يَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ
”Karena itu tiadalah bermanfaat sedikit pun kepada mereka sembahan-sembahan yang mereka seru selain Allah” [QS. Huud/11(Nabi Huud) : 101].
Tauhid Asmaa’ wa Shifat Allah adalah : Berkeyakinan dengan keyakinan yang pasti tentang nama-nama Allah, sifat-sifat dan perbuatan-perbuatan-Nya yang termuat dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah, tanpa merubah-rubah atau menolak atau menanyakan bagaimana hakekatnya atau menyerupakan dengan makhluk-Nya.
Dalil tentang Tauhid Asmaa’ wa Shifaat ini adalah firman Allah subhaanahu wa ta’ala :
21. قُلِ ادْعُوا اللَّهَ أَوِ ادْعُوا الرَّحْمَنَ أَيًّا مَا تَدْعُوا فَلَهُ الأسْمَاءُ الْحُسْنَى
Katakanlah: “Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. Dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai al asmaaulhusna (nama-nama yang terbaik) ….” [QS. Al-Israa’/17(memperjalankan di malam hari) : 110].
Tauhid Asmaa’ wa Shifat
Juga firman-Nya :
22. هَلْ تَعْلَمُ لَهُ سَمِيًّا
”Apakah kamu mengetahui ada seorang yang sama dengan Dia)?” [QS. Maryam/19(Maryam) : 65].
Juga firman-Nya :
23. اللَّهُ لا إِلَهَ إِلا هُوَ لَهُ الأسْمَاءُ الْحُسْنَى
”Dialah Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Dia mempunyai al asmaul-husna (nama-nama yang baik)” [QS. Thaha/20( Tha Haa) : 8].
Tauhid Asmaa’ wa Shifat
Juga firman-Nya :
24. لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
”Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat” [QS. Asy-Syuuraa/42(Musyawarah) : 11].
Ayat-ayat di atas merupakan hujjah yang menyatakan tentang tauhid asma’ wa shifat Allah.
Dalam mengimani nama-nama Allah subhaanahu wa ta’ala ada beberapa kaedah, antara lain :
1. Semua nama Allah adalah terbaik dan berada dalam puncak kebaikan. Karena nama Allah mengandung atau menunjukkan sifat-Nya yang sempurna, tidak ada cacat atau kekurangan dari segi apapun. Seperti Al-Hayyu (الْحَيُّ) ”Yang Maha Hidup”, salah satu dari nama Allah yang mengandung arti bahwa Allah hidup secara mutlak, tidak didahului oleh ketiadaan dan tidak pula berakhir dengan kebinasaan. Dia hidup dengan kesempurnaan-Nya.
Dalam mengimani nama-nama Allah subhaanahu wa ta’ala ada beberapa kaedah, antara lain :
2. Nama Allah adalah nama sekaligus sifat bagi-Nya subhaanahu wa ta’ala. (Al-Hayyu, Al-’Aliim, As-Samii’) ”Yang Maha Hidup, Yang Maha Mengetahui, Yang Maha Mendengar” ; semua adalah nama untuk Dzat yang satu, yaitu Allah subhaanahu wa ta’ala. Nama-nama tersebut mengandung makna dan sifat yang berbeda-beda, karena makna Al-Hayyu lain dengan makna Al-’Aliim dan lain pula dengan makna As-Samii’. Dan begitu pula nama-nama Allah yang lain. Nama Al-Hayyu mengandung sifat al-hayat (hidup), Al-’Aliim mengandung sifat al-’ilmu (ilmu/mengetahui), As-Samii’ mengandung sifat as-sam’u (mendengar). Dan begitu pula nama-nama Allah yang lain.
Tauhid Asmaa’ wa Shifat
Dalam mengimani nama-nama Allah subhaanahu wa ta’ala ada beberapa kaedah, antara lain :
3. Nama Allah yang mengandung sifat Muta’addi (sifat yang pengaruhnya mengenai makhluk-Nya), ia mengandung tiga perkara :
a. Penetapan nama tersebut untuk Allah.
b. Penetapan sifat yang terkandung dalam nama tersebut bagi-Nya.
c. Penetapan hukum dan pengaruh-Nya.
Contohnya : As-Samii’ – salah satu nama Allah yang artinya Yang Maha Mendengar. Lafadh tersebut ditetapkan sebagai nama Allah dan ditetapkan pula sebagai sifat Allah. Adapun hukum dan pengaruhnya adalah Dia mendengar apa saja, baik yang tersembunyi ataupun yang tampak pada makhluk-Nya.
Sedangkan jika nama Allah menunjukkan sifat yang Lazim (yang tidak berpengaruh kepada yang lainnya), maka ia menunjukkan dua perkara :
– Penetapa nama bagi-Nya.
– Penetapan sifat yang terkandung dalam nama tersebut untuk-Nya.
Seperti nama Al-Hayyu yang berarti Yang Maha Hidup. Maka lafadh Al-Hayyu ditetapkan sebagai nama Allah dan sekaligus sifat bagi Allah semata.
Tauhid Asmaa’ wa Shifat
Dalam mengimani nama-nama Allah subhaanahu wa ta’ala ada beberapa kaedah, antara lain :
4. Nama-nama Allah menunjukkan atas Dzat dan sifat-Nya sesuai dengan kandungannya, nama dan sifat itu akan terus ada dan tidak pernah sirna, seperti : Al-Khaaliq, salah satu nama Allah yang artinya Yang Maha Menciptakan – menunjukkan atas Dzat dan sifat Allah yang mengandung makna bahwa Allah menciptakan segala sesuatu dan Dia tetap serta terus-menerus sebagai Sang Pencipta.
5. Nama-nama Allah semuanya harus diambil dari Al-Qur’an atau As-Sunnah. Tidak ada tempat bagi akal untuk menentukannya. Oleh karena itu janganlah menambah atau menguranginya, karena nama-nama Allah adalah merupakan permasalahan ilmu yang ghaib, dan hanya Allah sajalah yang mengetahuinya.
Tauhid Asmaa’ wa Shifat
Dalam mengimani nama-nama Allah subhaanahu wa ta’ala ada beberapa kaedah, antara lain :
6. Nama-nama Allah tidak terbatas dengan jumlah tertentu sebagaimana diterangkan dalam hadits yang masyhur tentang doa ketika dalam kesedihan :
25. أَسْأَلُكَ بِكُلِّ اسْمٍ هُوَ لَكَ سَمَّيْتَ بِهِ نَفْسَكَ أَوْ عَلَّمْتَهُ أَحَداً مِنْ خَلْقِكَ أَوْ أَنْزَلْتَهُ فِي كِتَابِكَ أَوِ اسْتَأْثَرْتَ بِهِ فِي عِلْمِ الْغَيْبِ عِنْدَكَ
”(Ya Allah), aku minta dengan (menyebut) segala nama yang Engkau miliki, yang Engkau namakan diri-Mu dengannya, atau Engkau turunkan pada kitab-Mu, atau Engkau ajarkan pada seseorang dari makhluk-Mu atau Engkau tentukan dalam ilmu ghaib yang ada di sisi-Mu…” [HR. Ahmad, Ibnu Hibban, dan Al-Hakim].
Dalil ini menunjukkan ketidakterbatasan nama Allah. Adapun nama Allah yang disebutkan dalam hadits 99 (sembilan puluh sembilan) nama tidak menunjukkan batas akhir.
Dalam mengimani nama-nama Allah subhaanahu wa ta’ala ada beberapa kaedah, antara lain :
7. Haram bagi seseorang untuk mengingkari, menolak sifat-sfat Allah, atau menyerupakan dengan makhluk-Nya.
Tauhid Asmaa’ wa Shifat
Tentang masalah sifat-sfat Allah, Ahlus-Sunnah wal-Jama’ah mengimaninya tanpa merubah (tahrif), mengingkari (ta’thil), menanyakan bagaimana (takyif), dan tidak pula menyerupakan (tasybih) dengan sifat makhluk-Nya.
1. Tanpa tahrif (merubah) artinya tdak merubah makna yang terkandung dalam sifat tersebut. Seperti perkataan Jahmiyyah tentang sifat istiwaa’ (bersemayam), mereka rubah menjadi istaulaa’ (menguasai). Juga perkataan sebagian ahlul-bid’ah tentang makna al-ghadlab (marah) diartikan dengan iradatul-intiqaam (kehendak untuk menyiksa); dan makna ar-rahmah dirubah menjadi iradatul-in’am (kehendak untuk memberi nikmat). Semuanya ini tidak benar. Yang benar adalah bahwa makna istiwaa’ bagi Allah adalah bahwa Allah mempunyai sifat ketinggian dan berada dalam ketinggian yang sesuai dengan keagungan dan kemuliaan-Nya. Begitu pula dengan al-ghadlab dan ar-rahmah, adalah sifat bagi Allah secara hakekat sesuai dengan kemuliaan Allah dan keagungan-Nya..
Tentang masalah sifat-sifat Allah, Ahlus-Sunnah wal-Jama’ah mengimaninya tanpa merubah (tahrif), mengingkari (ta’thil), menanyakan bagaimana (takyif), dan tidak pula menyerupakan (tasybih) dengan sifat makhluk-Nya.
2. Tanpa ta’thil (menolak) adalah tidak mengingkari sifat-sifat Allah yang telah ditetapkan dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Pengingkaran atas hal ini adalah seperti yang dilakukan oleh Jahmiyyah dan semisalnya. Perbuatan mereka merupakan puncak kebatilan. Padahal dalam Al-Qur’an dan As-Sunah banyak sekali diterangkan sifat-sifat Allah yang sesuai dengan keagungan dan kebesaran-Nya.
Tauhid Asmaa’ wa Shifat
Tentang masalah sifat-sfat Allah, Ahlus-Sunnah wal-Jama’ah mengimaninya tanpa merubah (tahrif), mengingkari (ta’thil), menanyakan bagaimana (takyif), dan tidak pula menyerupakan (tasybih) dengan sifat makhluk-Nya.
3. Tanpa tasybih (menyerupakan) adalah tidak menyerupakan sifat-sifat Allah dengan sifat-sifat makhluk-Nya. Untuk itu kita tidak boleh mengatakan bahwa sifat Allah itu adalah seperti sifat kita. Hal itu dikarenakan Allah sudah menyatakan tidak ada yang serupa dengan-Nya sesuatupun.
Pedoman yang harus dipegang oleh setiap muslim adalah :
1. Semua sifat Allah adalah sifat yang paling sempurna, tidak memiliki kekurangan sama
sekali dari segi apapun.
2. Sifat Allah dibagi menjadi dua :
a. Sifat tsubutiyyah, yaitu sifat yang ditetapkan oleh Allah untuk diri-Nya dalam Al-Qur’an atau melalui lisan Rasul-Nya. Semuanya adalah sifat yang sempurna, tidak ada unsur kekurangan sama sekali.
b. Sifat salbiyyah, yaitu sifat yang di-nafi-kan (ditiadakan) oleh Allah untuk diri-Nya, baik
peniadaan tersebut termuat dalam Al-Qur’an mapun As-Sunnah. Semuanya yang di-nafi-kan tersebut berupa sifat-sifat kekurangan seperti sifat mati, bodoh, lemah, dan lain-lain. Untuk itu wajib bagi kaum muslimin untuk meniadakan sifat-sifat tersebut dari
Allah subhaanahu wa ta’ala dan menetapkan sifat kesempurnaan lawan sifat tersebut.
3. Semua sifat Allah harus berasal dari Allah dan Rasul-Nya. Tidak ada tempat bagi akal untuk menentukannya.
----- Terima Kasih -----
Sumber dari slide pembelajaran AIK 1 3-4 dan AIK 1 5-6 IBM Bekasi.
Semoga bermanfaat, jika ada kesalahan dan tidak berkenan mohon konfirmasinya.
Terima kasih.
Tidak ada komentar:
Write komentar